Bukan Jurnal Harian

Dimana letak akarmu sama halnya dengan darimana kamu berasal. Akar ini menyatu dengan tanah dimana ia hidup. Alangkah baiknya jika tak mencabutnya, dan membiarkannya hidup di tempat asalnya. Biarkan saja bunganya, daunnya, buahnya pergi menghampiri tanah lain. Kita juga perlu merasakan suasana di tanah asing yang juga mampu membuat kita bertumbuh. 

Analogi yang menarik untuk menggambarkan bagaimana kita harus selalu mengingat darimana kita berasal, namun tak menutup kemungkinan untuk pergi dan melanglang buana asalkan tidak lupa akarmu dimana. Sehebat apapun kamu diluar sana, akarmu memainkan peran penting dalam membangun pondasi dirimu yang kuat. 

Saya rasa, ini menjadi menarik juga mengaitkannya dengan ilmu pergi dan ilmu pulang. Banyak dari kita memilih pergi dari tanah kelahiran kita untuk merasakan pengalaman baru, nuansa baru, bahkan mungkin merasa lebih nyaman di tanah asing ini. Kemudian, ada saatnya kita akan pulang lagi, entah sekedar bersua dengan lingkungannya atau memilih tinggal seterusnya. Tidak ada yang salah. Hanya saja, bagi masyarakat yang berbudaya dan hidup dengan warisan leluhur kita, sudah sepantasnya menjaga dan merawat akar kita dengan baik sama seperti merawat bunga dan buah yang cantik dipandang mata. 

"Tak mungkin memisahkan pantai dari gelombangnya. Tak mungkin memisahkan gunung dari terjalnya. Tak mungkin memisahkan manusia dari emosinya"

Manusia lahir dengan berbagai macam emosi, Seperti pantai yang menghantam dengan berbagai bentuk dan kecepatan gelombangnya, begitupula Gunung yang tercipta dengan berbagai ketinggian. Kalau pantai tanpa gelombang, maka namanya bukan pantai. Kalau gunung tanpa keterjalan, maka itu hanyalah tanah yang datar. Kalau manusia tanpa emosi, mungkin kita tidak hidup. 

Seringkali kita mengeluhkan kondisi lingkungan sekitar kita tumbuh yang tidak selamanya mendukung. Kita mulai mebanding-bandingkan dan melirik lingkungan tetangga yang tampak lebih hijau dan segar. Selanjutnya, mulailah kita mencari-cari alasan tentang mengapa kita tidak berhasil, mengapa kita gagal, dan menyalahkan lingkungan sekitar termasuk sumberdaya diluar diri kita. 

Saya pernah membaca dalam ilmu agronomi atau pertanian ada istilah yang dinamakan vigor. Menurut wikipedia, Vigor adalah kemampuan benih untuk berkecambah secara normal meskipun berada pada keadaan lingkungan yang beragam, baik yang mendukung maupun lingkungan yang kurang memadai. 

 Artinya, peran lingkungan pada pertumbuhan dan perkembangan kita memang tidak dapat dielakkan. Tapi bukankah masih ada pilihan lain apabila lingkungan kita tidak sesuai? yaitu menjadi orang dengan vigoritas tinggi. Orang yang mampu berkembang dan berproses terlepas dari bagaimana lingkungan mempengaruhinya. 

Saat kita bisa memilih dimana kita harus "ditanam" tentu itu adalah sebuah keistimewaan. Tapi jika kita tidak bisa memilih dimana kita akan ditanam, maka tugas kita adalah berusaha tumbuh dan berkembang menjadi bunga yang indah. 

Oke benih, terimakasih atas pelajaran berharganya. 

Salam sayang, 
Riana