JALAN DAN PERJALANAN PANJANG MENUJU SERAMPAS

By Putu Riana Pertiwi - 11 September

Perjalanan memang erat dengan tantangan. Dalam hidup pun seringkali kita memilih melalui jalan berbatu dan berkerikil alih-alih jalanan mulus dan mudah untuk melihat seberapa besar kemampuan kita berjuang. Kali ini pun sama, perjalanan panjangku melewati jalanan yang asing dan tidak mulus. Tapi yang kutemui di sepanjang perjalanan, semuanya adalah pelajaran. Aku merasa menarik untuk menunjukkan gambaran jalan-jalan berbatu dan tak mulus itu, jalan menuju desa-desa yang jauh dari kota, desa-desa pinggiran hutan dengan komunitas masyarakat adatnya yang bernama Marga Serampas. Marga Serampas terbagi menjadi lima wilayah desa yaitu Desa Renah Alai, Desa Rantau Kermas, Desa Lubuk Mentilin, Desa Tanjung Kasri, dan Desa Renah Kemumu. Desa-desa yang sulit terdeteksi oleh Google Maps. 


Pada awalnya, saya disambut oleh jalanan yang tak begitu tampak buruk. Masih nyaman untuk dilalui. Perjalanan menuju wilayah serampas ini membutuhkan waktu kurang lebih 8-10 jam dari kota Jambi. Gambar jalanan diatas adalah ketika sudah memasuki wilayah Serampas. 


Ditengah perjalanan, tak apalah berhenti sebentar untuk singgah menikmati keindahan Danau Pauh. Tak akan menyesal. Perjalanan panjang selalu butuh tempat persinggahan. 


Serampas bukalah ''sepanjang jalan kenangan'' tapi lebih pas disebut ''sepanjang jalan kopi''


Menemukan jalanan datar rasanya seperti kemewahan setelah sepanjang jalan hanya melalui tanjakan dan turunan dengan perut yang terasa terguncang. (note: cukup seru dengan menaiki mobil bak terbuka dan duduk di belakang) 


Permukiman di Desa Rantau Kermas. Masih jalanan berbatu, namun tampak sangat indah. 


Jembatan yang dilalui untuk menuju Desa Rantau Kermas. 


Rumah panggung yang cantik. 


Desa satu dengan desa lainnya terpisahkan oleh perkebunan dan hutan. Sehingga untuk pergi ke desa yang lokasinya lebih terdalam lagi, kita harus melalui perjalanan panjang lagi di jalanan berbatu, berkelok, dan sepi. Saat itu saya melakukan perjalanan di sore menjelang malam. Menumpang mobil pedagang yang kebetulan lewat. Disini mendapatkan angkutan bukanlah perkara mudah, jadi yang kami lakukan tak ada pilihan lain selain menunggu tumpangan. Terbayang bagaimana perjalanan malam hari yang gelap hanya dengan sinar lampu mobil yang hanya menyinari beberapa meter di depan di tengah jalanan yang curam? 


Walaupun sulit, jangan lupa menengok ke kanan dan ke kiri untuk melihat betapa indahnya pemandangan yang dilalui


Melewati jembatan lagi. Jembatan yang tidak permanen, terbuat dari kayu-kayu yang disusun sedemikian rupa. 


Jalanan menuju ke desa terdalam, Desa Renah Kemumu. Untungnya, saya datang pada saat bukan musim hujan. Saat hujan, jalanan ini akan licin dan sulit dilalui. 


Sumber air panas yang sering menjadi tepat rekreasi warga sekitar


Salam dari Desa Renah Kemumu. 


Melalui jalanan yang panjang dan sulit membuat saya kembali memikirkan jalan mana yang terbaik untuk ditempuh, perjuangan yang tidak mudah, dan kemana tujuan perjalanan itu. Saya rasa memang kita seharusnya tak selalu berjalan di jalanan beraspal yang mulus, sesekali berjalan di jalanan tanah dan berbatu juga perlu. Seperti lampu mobil saat saya pergi melewati jalanan Serampas malam hari itu, ia hanya dapat memberikan penerangan dengan jangkauan beberapa meter saja. Persis seperti penglihatan kita terhadap apa yang akan kita hadapi di depan, kita tak bisa melihat masa depan yang jauh, kita hanya bisa melihat dan mengukur apa yang ada dekat di depan kita. 

Bila ada kesempatan, boleh lah kita melalui jalan ini lagi. 
Salam,


  • Share:

You Might Also Like

0 comments